1.
Suasana
(atmosphere)
Yang
dimaksud suasana adalah bahwa suasana kerja di tempat kelompok itu berada
sebaiknya memberikan kesan kepada semua anggota bahwa mereka dianggap setaraf.
Tidak ada seorang anggota yang diperlakukan berbeda (kurang baik) dari anggota
lainnya. Termasuk dalam prinsip suasana ini adalah tempat duduk semua anggota
sebaiknya sama, tidak ada kursi istimewa dan tempat duduk sebaiknya saling
berhadapan, jadi bukan seperti ruang kelas semua duduk membelakangi orang lain.
Jumlah anggota kelompok sebaiknya antara 10-15 orang, karena untuk mengetahui
keikutsertaann dalam kegiatan.
2.
Rasa
aman (threat reduction)
Antar
anggota kelompok sebaiknya bekerja dengan rasa aman, tidak terdapat ancaman
dari salah seorang anggota terhadap anggota yang lain. Kecurigaan antara yang
satu dengan yang lain akan menghambat produktiifitas kelompok karena kecurigaan
dan ketakutan menyebabkan seseorang tidak lagi ikut serta dengan seluruh
kemampuannya.
3.
Kepemimpinan
bergilir (distrributive leadership)
Kelompok-kelompok
sebenarnya dapat bekerja tanpa adanya pemimpin yang resmi, dan tugas-tugas
kepemimpinan itu dapat dilakukan juga oleh anggota-anggota lainnya dalam
kelompok. Dalam kepemimpinan yang bergilir itu, kepercayaan akan kemampuan diri
sendiri dan kepada kemampuan anggota lain makin bertambah karena masing-masing
sudah saling mengenal dalam tugas kewajibannya yang serupa yaitu dalam memimpin.
4.
Perumusan
tujuan (goal formulatioon)
Banyak
organisasi yang berjalan atas dasar kebiasaan dan rutinitas tanpa ada kesadaran
jelas mengapa dan untuk apa sebenarnya organisasi itu berdiri. Organisasi yang
ingin bekerja dengan produktif senantiasa sadar akan tujuannya, dan setiap
anggota organisasi itu sebaiknya menanyakan kepada dirinya untuk apa dia
bergabung dalam organisasi tersebut dan apakah kegiatannya disana yang
sebaiknya dilakukannya. Perumusan tujuan dalam suatu kelompok biasanya tertuang
dalam visi misi kelompok.
Jadi,
dalam suatu kegiatan kelompok tidak asal kegiatan yang berjalan tanpa adanya
tujuan yang jelas, namun disini memiiliki tujuan yang jelas dan sesuai dengan
aturan.
5.
Fleksibilitas
(fleksibility)
Maksud
fleksibilitas adalah bahwa dalam perencanaan kegiatan kegiatan kelompok itu
harus cukup mengandung fleksibilitas sehingga masih dapat dilaksanakan juga
apabila keadaan-keadaannya sudah berubah, baik keadaan-keadaan di luar kelompok
maupun keinginan-keinginan dan kebutuhan-kebutuhan dari anggota kelompok itu
sendiri. Apabila ada suatu hambatan atau apapun, kegiatan bisa tetap berjalan
dan mengikuti situasi dan kondisi.
6.
Mufakat
(consensus)
Prinsip
ini sudah kita kenal pada kehidupan beroganisasi di Indonesia, yaitu dalam
bentuk musyawarah dan mufakat. Dalam kelompok yang ingin bekerja secara efektif
sebaiknya diambil jalan bermufakat yaitu setelah diadakan pertimbangan cukup
lama bahwa semua anggota pada akhirnya memufakati salah satu jalan untuk
menyelesaikan persoalan tersebut.
7.
Kesadaran
kelompok (process awareness)
Oleh
tim peneliti dikemukakan bahwa orang-orang yang bekerja dalam kelompok lambat
laun akan lebih sadar dan lebih mudah mengerti akan kebutuhan-kebutuhan
anggota-anggota kelompok masing-masing dalam peranannya dalam kelompok itu, dan
memahami kebutuhan akan rekan-rekan dan dirinya sendiri dalam dalam timbal
baliknya hubungan anggota kelompok. Anggota-anggota kelompok harus belajar
mengerti dan merasakan keperluan-keperluan kawan anggotanya, apabila anggota
kelompok ingin bekerja secara efektif.
8.
Evaluasi
yang sinambung (continual evaluation)
Sebagai
prinsip terakhir, dianggap perlu bahwa setiap kelompok yang sehat mengadakan
penilaian terhadap kegiatan-kegiatan kelompok, yaitu apakah kegiatan-kegiatan
tersebut sesuai dengan keinginan-keinginan anggota kelompok. Evaluasi kegiatan
kelompok sebaiknya diadakan terus menerus secara kritis. Evaluasi juga harus
berkesinambungan, sehingga anggota kelompok berminat dan mendukung kegiatan
kkelompok tersebut.
No comments:
Post a Comment
Berkomentarlah dengan bijak kawan :)