
Setelah kurang lebih empat jam
perjalanan, tibalah rombongan pada sebuah pintu gerbang pendakian, sambil
memandang kearah atas dan bersama berkata “Tibalah kita di pintu gerbang Gunung
Merbabu.” Setelah motor dititipkan, ke sebuah rumah warga, dan mereka mulai
melangkahkan kaki. Langkah demi langkah mereka lalui.
Berjam-jam mereka berjalan, kini
tibalah saatnya malam datang, walaupun dingin menusuk tulang, lelah terus
mengalang, tapi tak pernah menghentikan langkah mereka untuk tetap melanjutkan
pendakian. Setelah kurang lebih pukul 23.00 WIB, rasanya sudah tidak
memungkinkan untuk melanjutkan perjalanan. Akhirnya mereka berhenti di sebuah
tanah rata sempit yang bisa untuk mendirikan tiga tenda. Tenda satu untuk
wanita, satu tenda untuk pria, dan yang satu untuk barang-barang.
Sambil membuat api unggun, rombongan pun mulai memasak mie instan, dan kebetulan yang bertugas untuk memasak adalah Revo, Ita, dan Riska. Disinilah awal mula benih-benih cinta itu tumbuh. Mereka saling bekerjasama untuk membuat makanan, jadi mereka merasakan bagaimana rasanya susah dan senang dihadapi bersama. Akhirnya terjadi sebuah perasaan yang aneh diantara mereka. “Aduh… kenapa aku ini, rasanya hatiku berdegub kencang.” Riska berkata dalam hati.
Setelah masakan sudah selesai dimasak, akhirnya mereka makan. Setelah perut terisi, mereka beristirahat di dalam tenda sambil melepas lelah dan merasakan dingin, sepi dan hembusan angin malam yang sangat menusuk seperti tertancap duri-duri es yang sangat dingin sekaligus banyak yang membuat menggigil dan tidur sambil merapat di tenda masing-masing. Walaupun sudah memakai baju berlapis tiga, tapi Riska yang sangat kedinginan. Itu membuat Revo tidak tega melihatnya dan meminjamkan sebuah jaket yang dipakainya. Walaupun sebenarnya Revo juga membutuhkan jaket itu, tapi dia ikhlas untuk jaket itu dipakai Riska.
Mentari mulai menampakkan sinarnya, tapi dingin tak kunjung pergi. Mereka makan pagi, dan setelah makan, mereka mulai melanjutkan kembali pendakian ke puncak Merbabu. Di perjalanan, Ita bertanya kepada Riska “kenapa sih Revo perhatian banger sama kamu, minjemin jketnya juga…” Riska menjawab dengan hati sedikit ragu, tapi dia menjawabnya dengan tenang sambil menggoda Ita “kenapa ta? Kamu cemburu yah? Kamu suka yah sama Revo?” Sambil malu-malu, Ita berkata “ih… apaan sih kamu, engga lah. Ayo kita lanjutkan perjalanan, masih jauh nah…”. “Baiklah…” kata Riska. Lalu mereka kembali melanjutkan perjalanan.
Setelah beberapa jam, akhirya tibalah mereka di puncak Merbabu. Dengan perasaan puas dan sangat bangga, mereka pun berkata “Inilah puncak Merbabu… sungguh indah ciptaan Allah… pemandangan yang sungguh luar biasa yang terlihat dari puncak Merbabu.” Mereka memandang sekeliling gunung sambil beristirahat. Rasanya semua lelah yang mereka rasakan tergantikan oleh pemandangan dari puncak gunung yang begitu mempesona dan seakan memanjakan mata mereka.
Malam pun kembali datang, rombongan pun kembali memasak untuk makan malam mereka dan tentunya juga membuat api unggun untuk sekedar menghangatkan tangan mereka. Setelah kenyang, mereka tidur. Tidur di puncak Merbabu disebuah tenda kecil yang sederhana yang digunakan untuk sekedar melindungi tubuh mereka dari hembusan angin malam yang sangat dingin.
Malam telah terlewati, udara sejuk pagi disertai angin sepoi-sepoi sambut mereka setelah lewatnya malam yang terasa panjang dan dingin. Disamping itu, ternyata Revo telah merencanakan sesuatu, Revo yang ternyata memendam perasaan suka pada Riska, dipagi yang cerah dan dihadapan Riska yang disaksikan teman-teman rombongan, Revo memanggil semua rombongan, dan berkata pada riska sambil berlutut dihadapannya “Riska… hanya perlu tiga syarat, rasa sayang, percaya dan perhatian. Hanya perlu dua orang, yaitu aku dan kamu. Hanya perlu satu niat, yaitu maukah kamu menjadi pacarku?” Riska yang bingung bercampur senang, dan penuh perasaan gugup dan merasakan ada sesuatu yang bergetar dihatinya berkata “Apa maksudmu? Apakah kamu bercanda?” Dengan sedikit kecewa, Revo berkata “Tidak, aku tidak bercanda Riska… Aku sungguh sayang padamu… Aku sudah menyukaimu sejak pertama kita bertemu..” Ita yang melihat semua itu hanya bisa terdiam dan menahan perasaan perih di hati. Sementara temen-teman lain hanya bisa terdiam tanpa bisa berkata apapun.
Tanpa bicara apa-apa, Riska pergi dan mengajak Ita untuk berbicara berdua. “Ita… Aku tahu kamu suka kan sama Revo?”. “nggak ko… beneran aku ga ada perasaan apa-apa padanya.” ucap Ita. Riska bartanya “Apa benar yang kau katakan?”. “Iya… jadi kamu terima saja…” kata Ita. Sambil mengajak Riska untuk menghampiri Revo yang dari tadi sudah menunggu Riska. Kemudian revo menatapnya sambil berkata “Bagaimana Ris?”. Sambil tersenyum, Riska menjawab “Iya aku mau…” Revo tersenyum dan bekata “Jadi? Sekarang kita resmi pacaran?”. Riska pun menganggukkan kepala sambil tersenyum, kemudian mereka saling berpelukan. Dan Ita, dia akan terus memendam perasaannya pada Revo entah sampai kapan.
Setelah cukup untuk menikmati pemandangan di puncak, mereka memutuskan untuk turun kembali ke pemukiman warga. Langkah demi langkah mereka lalui, akhirnya setelah beberapa jam berjalan, tibalah mereka di rumah yang digunakan untuk menitipkan motor. Setelah motor siap untuk dinaiki, mereka melanjutkan perjalaan untuk pulang ke rumah. Dengan perasaan bangga mereka berkata “Selesailah kita… Kita telah menaklukan Merbabu… Alhamdulillah.” Dan di pendakian Merbabu ini telah menciptakan sepasang kekasih yaitu Revo dan Riska.
No comments:
Post a Comment
Berkomentarlah dengan bijak kawan :)